Sulitnya Memberantas “Trafficking”
Januari 29, 2008 at 10:53 am Tinggalkan komentar
Sindikat perdagangan orang (trafficking) sudah mencapai kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan akibat sikap masa bodoh pemerintah, kasus trafficking di Indonesia menduduki peringkat kedua dari seluruh dunia.Sepert diketahui sindikat trafficking memiliki jaringan sampai ke manca negara ini telah menguasai hampir seluruh luar wilayah batas setiap negara. Korbannya adalah perempuan dan anak anak yang masih dibawah umur, bahkan lelaki dewasa tidak luput dari jeratan sindikat ini. Mereka dijadikan eksploitasi seks, dipaksa bekerja diperusahaan dengan gaji kecil, bahkan tanpa ada perlindungan dari penganiayaan yang setiap hari mereka hadapi.
Untuk menjerat korban, biasanya sindikat ini memanfaatkan kelemahan petugas, selain itu sindikat ini juga terkenal sangat kejam dan licik, karena bila ada yang berontak atau berusaha kabur akan disiksa dan siapa saja yang menghalangi pasti disikat. Target sindikat ini umumnya anak anak dari daerah miskin dan desa tertinggal, terkadang mereka mengaku sebagai pencari bakat yang bisa mengorbitkan seseorang menjadi artis ngetop atau orang terkenal.
Belum lama ini (13/1), misalnya, jajaran Polres Simalungun mengungkap keterlibatan pasangan suami-istri asal Malaysia dalam kasus trafficking. Mereka ditangkap polisi dari sebuah tempat di Simalungun saat menyerahkan uang kepada seorang wanita berinisial SS, 35, warga Tebingtinggi. Uang tersebut untuk biaya pengiriman seorang remaja LS, 16,warga Dolok Pardamean Simalungun ke Malaysia.
”Pasangan suami-istri warga negara Malaysia itu datang ke Indonesia untuk melihat anak yang akan dikirim ke negaranya sekaligus menyerahkan uang 600 ringgit untuk biaya pengiriman, termasuk untuk mengurus paspor,” papar Kasat Reskrim Polsek SAKP Fadilah Zulkarnain.
Menurut Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Aspan Nainggolan, jumlah kasus trafficking yang ditangani Polda Sumut empat tahun belakangan terus mengalami peningkatan. Pada 2004, Polda Sumut menangani dua kasus, 2005 tiga kasus,dan 2006 10 kasus.Dari seluruh jumlah kasus ini, 11 di antaranya selesai diusut oleh Unit Penanganan Perdagangan Anak (PPA) Satuan Tipidum,Direktorat Reskrim Polda Sumut.
Selain di kota Medan, Kasus trafficking pada umumnya terjadi di kawasan pantai yang memiliki transportasi laut. Ini dibuktikan dari 24 Polres yang berada di jajaran Polda Sumut, kasus trafficking hanya terjadi di polres berada di sekitar laut, seperti Polres Tanjungbalai, Sibolga, dan Nias. Polres Tanjungbalai tahun lalu menangani empat kasus, sedangkan Sibolga dan Nias masing- masing satu kasus. Untuk Kota Medan sendiri, sejak 2004–2006 sebanyak 19 kasus ditangani, tapi sampai saat ini baru lima kasus yang diselesaikan.
Sebelumnya, satu sindikat child trafficking juga diungkap jajaran Polres Jakarta Barat. Satuan Judisila berhasil menggagalkan perdagangan 16 orang anak dibawah umur (child trafficking). Gadis belia yang rata rata berwajah cantik dan berkulit putih mulus ini diselamatkan petugas saat akan dibawa dari tempat penampungannya di Jalan Taman Sari XI No 3A Taman Sari, Jakarta Barat.
Mereka ditangkap saat akan dibawa untuk dijadikan sebagai pemuas nafsu di Mutiara II Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ke 16 gadis itu diantaranya bernama Aas (15), Fitriani (18) Yesi (18) Sarah (19) dan sampai saat ini mereka masih diperiksa, ujar Kasbunit Judisila, Polres Jakarta Barat Iptu Budi Setiadi.
Sementara itu, Lima orang korban perdagangan manusia (trafficking) berhasil dipulangkan jajaran Polresta Sukabumi, setelah kelimanya disekap dan dipekerjakan sebagai PSK di sebuah lokalisasi di Bintulu, Serawak, Malaysia, selama kurang lebih satu bulan. Disamping itu, polisi juga mengamankan dua orang pelaku yang diduga menjadi sindikat perdagangan manusia antar negara di Asia.
Lima korban trafficking yang berhasil dipulangkan masing-masing Ic (18), Yl (17), Er (18), dan An (20), keempatnya warga Kampung Babakan Caringin, Kel/Kec Citamiang, Kota Sukabumi, dan seorang korban lainnya berinisial Ni (19) asal Bekasi. Sementara dua pelaku yang telah diciduk petugas adalah Nob (24) -warga jalan Sari Kaya No 7 Bekasi- dan Sap (31) -warga Jalan Bulak Indah No 9 Ciracas, Jakarta Timur. Pengungkapan kasus trafficking ini berdasarkan hasil laporan salah satu orang tua korban kepada pihak kepilisian Polresta Sukabumi awal bulan Oktober tahun silam. Setelah dilakukan penyelidikan, petugas berhasil menangkap secara terpisah dua orang pelaku yang berperan sebagai mediator.
Dijanjikan jutaan
Hasil survei YKAI ( Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) dan ILO, anak anak yang dieksploitasikan sebagai pekerja seks umumnya dijanjikan upah Rp 5 juta perbulan. Dengan janji upah sebesar itu, sindikat yakin korbanya akan mudah masuk dalam perangkap. “Kalau janji upah terlalu besar, takut orang tua korban tidak percaya dan kalau upah dibawah itu kita khawatir mereka tidak mau,” kutip survei YKAI.
Ditambahkan Andri Yoga Utami dari YKAI, kasus kasus seperti ini sudah lama terjadi namun aparat terkait masih sedikit yang berinisiatif untuk mengatasi masalah ‘jual-menjual’ anak ini. Padahal mereka mengetahui secara jelas adanya praktek child trafficking atau proyek perdagangan anak dibawah umur. “Sudah banyak yang tahu betul adanya, tertuma di desa desa di Indramayu, Kerawang marak child trafficking, tetapi kenapa mereka selalu tutup mata” ujar Andri.
Namun, untuk memberantas ini ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan.Sebab banyak juga orangtua dari anak-anak yang diperdagangkan tersebut, malah mendorong buah hatinya melakukan pekerjaan seks komersil.
“Uang selalu dijadikan faktor utama,” kata Anto seorang pekerja sosial. Sebagai contoh di desa Amis dan Jambak, anak anak perempuan dikedua desa ini kerap dibisniskan untuk pemuas seks. “Tingkat child trafficking di Indramayu, khususnya di kedua desa ini sangat tinggi,“ kata Senior Program Officer ILO bidang Penanggulangan Penghapusan Pekerjaan Terburuk Anak, Pandji Putranto.
Bagi masyrakat di kedua tersebut, justru berlomba lomba untuk membangun rumah mewah, ada kebanggan tersendiri bila bisa membangun rumah mewah, padahal uang tersebut disinyalir dari anak anak mereka yang bekerja sebagai pemuas nafsu. Selain itu, gaya hidup metropolis juga dengan mudah ditemui dipelosok Indramayu.
Fenomena lain, kini setiap malam, disepanjang jalanan banyak ditemui pasangan muda mudi yang berpacaran tanpa mengenal waktu Bahkan tanpa malu malu, ditempat yang gelap mereka kerap melakukan hubungan layaknya suami istri, padahal usia mereka masih dibawah umur. Meski demikian, tidak semua orang di Indramayu menganggap bisnis seks merupakan bagian dari budaya masyarakat.
Menurut data yang dikumpulkan para pekerja sosial dari YKAI dan ILO menyimpulkan memang ada pro kontra tentang budaya seks dan perdagangan anak dibawah umur. Pemerintah daerah, bupati, dan guru dan lainnya memang secara tegas menentang adanya seks bebas dan child trafficking.
Namun disisi lain aparat seperti kepala desa, Kepolisian, maupun orang tua, justru diduga kuat ikut memuluskan dan memberi jalan untuk praktek ini.
Untuk mencegah agar hal hal ini terus berkembang memang tidak mudah. Seluruh aparat baik yang didaerah maupun dipusat hendaknya bisa bekerja sama memutus jaringan sindikat ini, kalau tidak kasus seperti ini akan terus berkembang. mangontang silitonga
Entry filed under: TOPIK UTAMA.
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed